Langit masih ragu menggambar wajahnya
menyembunyikan gedung-gedung bahkan matahari
menunjukkan keresahan penjual nasi
Matahari merambat pelan kearahku
Jilatlah, jilatlah: wajahku, pipiku, keningku, semua!
jilatlah, jilatlah jemuranku
Kemudian nasi ditumpahkan diatas loteng
bersamaan misteri hidupnya
Tumpah juga araknya
Mereka sembilan dengan segenggam stoki
melahap hari di atap kami, hingga kini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar