5.8.12

Tentang Penjual Kacang Ijo dan Burung Gereja


Duduk-duduk di halaman masjid Baitul Makmur I UNESA, sambil menikmati semangkok SKI(eS Kacang Ijo)nya pak Edi. SKI memang salah satu menu favoritku (yang lain: gorengan, buah.... jajan iku jeh!!!) selain mantab juga ada kertas yang dilaminating yang menggantung di rombongnya(mboh sik ono ta gak?). Dikertas itu terketik (polae ketikan komputer... kok gak terprint ae?!) "SKI dapat meningkatkan IP" wah iki baru panganan sing mantab! tapi dibagian bawahnya terketik lagi tulisan "dengan syarat rajin belajar" wah... yo lawas nek ngono... (tapi betul juga kok, masuk akal). Kami datang terlalu cepat, jadi ya nunggu kacang ijonya mateng... Sembari menunggu matangnya kacang ijo seperti biasa kami cerita-cerita. Kali ini pak Edi bertanya pada saya "awakmu sering nang jagir opo gak?" (setelah sebelumnya cerita bule dari Amrik yang tinggal di rumahnya karena ditugaskan ngajar di SMP didekat rumahnya). "Wah... gak pak,lapo?" sahut Tegar Anake Cak Rante. Dia bilang mau titip belikan potas, "Gae opo pak? motas iwak koyok arek cilik-cilik nag kene (got-got di UNESA) ta?" (aku, dilanjut Tegar). "Gae iku lho motas manuk Gerejo.." jawab beliau (hah??! manuk di potas?). "Kok diptas se? koyo iwak ae... Ya'opo carane pak?" kataku. Dia bilang pake umpan, makanan yang di celupkan dalam potas. "ngko lak teler de'e terus ngalih" katanya (Gwahaha... ono maneh). Rupanya beliau muak dengan burung-burung yang tinggal di lampu-lampu masjid itu (lampune nang wadah koyo mangkok diwalik ngono lho...tapi gede-terus lapo nek manuk tinggal nang kono?). "tinggal nang kono gak popo, tapi nek nelek yo metu po'o rek!" beber pak Edi. Lalu dari pintu gerbang masjid (pintu gerbang?) masuk penjual es batu, pak Edi langsung bilang "Lha! Arek iki mesti sering nang Jagir". "Awakmu sering nang Jagir kan?" tanya pak Edi pada penjual es batu tersebut. "Yo pak, lapo?" jawabnya dengan logat Maduranya. Wis ngene ae ngetik e: "Mene aku titip potas/Gae opo?/gae ngusir manuk/hah potas gae iwak iku?/yo/moso iso pak?/yo dijajal, iki kan penelitian. Wingi mari tak jajal atek porstek iku lho, gak ngalih/ sampean iki aneh-aneh ae/karat iku iso ilang opo maneh manuk/nek manuk iku nggae iku lho sing gae pari gae mateni walang/ lho ,penelitian... dijajal sing murah sik, ngko nek gak iso baru atek iku/gak iso pak manuk gerjo iku pancen ngono, soro mesti moro maneh/lho ngko nek teler lak ngalih de'e/masio mati lho manuk iku cepet pertumbuhane, gak koyo menungso../pnelitian.../yo wis, tapi moso ono nang Jagir?/ono, nang nggone jolo-jolo iku?/yo.. o..atek iku lho racun tikus! pelet gae perkutut iku cemplungno racun tikus, terus di pepe... asu iku ae mati opo maneh tikus sing cilik?(gak sekalian menungso ae..)/o... lak ireng la'an engko gak gelem mangan de'e, nek potas lak putih../yo jajal tak delok e". Begitu sampai akhirnya penjual es batu itu pergi. Wah, menurutku harusnya kita buatkan tepat yang lebih nyaman dari tempat sebelumnya (be'e ngalih?). Kacang ijo matang! yuhu... akhirnya sarapan juga, jangan lupa gorengannya.

naskah monolog (coba-coba bikin)


Monolog
Sikat Gigi Buat Nenek
Gigih Sadewo

(tiang gantungan, seorang pria dengan pakaian compang-camping menyeret tali gantungan, lelah, lalu bersandar di bawah tiang gantungan)

Sejak Nenek menggunakan gigi emas, orang-orang hampir tak mengenalnya. Cara berjalannya berubah, pakaiannya, gayanya. Ia terlihat lebih terawat. Tak sia-sia aku membantu beliau.

(berdiri) Oh, iya! Perkenalkan, aku Trimo, orang yang setiap pagi mengantarkan sikat gigi kepada Nenek. Tapi itu dulu, ia sudah tidak membutuhkan aku lagi sekarang. Sekarang ia lebih suka berkumur dengan air yang mengalir di belakang rumahnya yang baru. Rumah yang susah payah kami rebut dari pesulap-pesulap pasar yang tak tampak di siang hari.

(menunduk, bersembunyi dibalik tiang gantungan) Psstt !! hati-hati, mereka ada di sekitar sini. Jika mereka menemukan aku, tamatlah aku. Mereka lebih sadis dari bayi berusia 5 bulan.

Nenek pasti sudah ditelannya, kalau saja aku tidak segera pulang sore itu. Waktu itu aku mencarikan sikat gigi sampai ke seberang sungai. Nenek sendirian di gubuk kami. Matanya terpejam, mulutnya komat-kamit. Tak ada sedikit cahaya pun yang masuk ke gubuk karena Nenek menutup semua lubang. Tetapi tiba-tiba pesulap itu ada di kolong dipan Nenek. Diangkatnya Nenek seperti boneka beruang berbulu wol. Lalu di arahkan kemulutnya, dan… Gubraak!! Aku terjang pintu gubuk kami, tetapi hanya ada Nenek yang tergulai di lantai. Hanya dua kata yang beliau ucapkan, sikat gigi.

(memasang tali gantungan) Entah apa yang Nenek lakukan dengan sikat gigi-sikat gigi itu di kolong dipan. Aku tak pernah tau.Ia hanya berkata bahwa hal ini untuk kesejahteraan dan kebahagiaan kami.

(naik ke tiang gantungan) Kebahagiaan kita?!! Kuantarkan sikat gigi padamu setiap pagi meski orang-orang menatap dengan alis berbisik. Kutumpahkan cahaya ke kulit pesulap-pesulap itu, kulakukan apapun agar kau miliki gigi emas itu supaya kau bisa mendengkur di rumah itu. Lalu kau berkumur dengan air belakang rumahmu. Sementara aku?!! Aku masih saja mogok di tengah antrean panjang gelandangan pasar. Bahkan kau robohkan gubuk kita dengan gonggongan anjing-anjingmu. Aku sekarang tak ubahnya sukun goreng yang siap dilahap sang waktu. (lemas, SUARA: seratus tujuh puluh dua!) giliranku tiba, Arrggh!!

(lelaki yang tergantung)

300312